Kamis, 13 Desember 2012

PENANGANAN PASCA PANEN BUAH-BUAHAN

PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai banyak jenis buah-buahan tropik yang sudah cukup dikenal di dunia. Namun buah-buahan tersebut belum banyak dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan maupun devisa. Sebenarnya permintaan buah-buahan baik di dalam negeri maupun di luar negeri cukup tinggi, tetapi kontribusi Indonesia dalam memasok buah-buahan dunia masih rendah. Hal ini disebabkan masih terbatasnya produksi baik kuantitas maupun kualitasnya.
Buah-buahan adalah bahan makanan yang kaya akan vitamin, mineral, lemak, protein, dan serat. Selain itu setiap jenis buah mempunyai keunikan dan daya tarik tersendiri seperti rasa yang lezat, aroma yang khas, serta warna atau bentuk yang mengandung nilai estetika.
Menurut Kalei (1992) kebutuhan atau konsumsi buah-buahan setiap tahunnya diperkirakan meningkat sekitar 5 % selaras dengan meningkatnya jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi. Sehubungan dengan prihal tersebut, diperlukan teknologi pertanian yang dapat memberikan hasil panen yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, tetapi secara ekonomi dapat dipertanggung jawabkan. Melihat kecenderungan tersebut, maka petani dan pengusaha buah di Indonesia mestinya tertantang untuk ikut bersaing dalam pasar buah segar. Bila hal ini ditinggalkan, bukan mustahil kalau lama-kelamaan produk buah lokal akan semakin dilupakan konsumen.
Penanganan pascapanen yang diterapkan untuk buah-buahan perlu dilihat dari dimensi mata rantai kegiatan sejak produksi, panen, pengelolaan, transportasi, distribusi, penyimpanan, dan keterlibatan berbagai pelaku (pemerintah, produsen, dan konsumen), sehingga lambat laun akan terjadi perubahan wajah pertanian (di Indonesia) dari pertanian sarat input menjadi pertanian sarat informasi. Namun satu hal yang sangat menentukan dalam penerapan penanganan pascapanen adalah kemauan dari petani dan pelaku di sepanjang jalur tata niaga.
Kesadaran akan mutu baik ditingkat petani dan pelaku tata niaga memang dirasakan masih kurang mendukung pelaksanaan sistem pascapanen. Kesadaran dan kemauan petani akan timbul kalau mereka termotivasi bahwa kegiatan itu akan dapat memberikan nilai lebih. Disamping adanya penghargaan dari pelaku tata niaga terhadap petani sangat berperan dalam memotivasi petani untuk melakukan penanganan pascapanen yang layak untuk produknya. Sehingga kesadaran akan pentingnya mutu dan pemutuan hasil akan dirasakan oleh petani dan semua komponen yang terlibat di dalamnya.
Untuk masa mendatang pemasaran buah-buahan arahnya pada buah-buahan segar. Sehingga strategi pengembangan tanaman buah-buahan perlu terpadu dalam penerapan jenis komoditas, wilayah pengembangan, sistem usaha tani, sistem pascapanen, dan sistem pemasaran. Kebanyakan pengembangan buah-buahan yang ada saat ini masih bersifat sebagai perkebunan rakyat atau tanaman pekarangan dan belum terkoordinasi dengan baik.
UNSUR MUTU
Segala sesuatu yang ada pada komoditas yang secara langsung mempengaruhi nilai pemuas atau nilai manfaat disebut unsur mutu. Hal-hal yang membentuk mutu komoditas meliputi unsur-unsur mutu yang terlihat dan yang tersembunyi serta dapat diukur (sifat mutu) dan yang tidak dapat diukur disebut faktor mutu (Soekarto, 1990).
Sifat mutu adalah sifat-sifat yang langsung dapat diamati, dianalisis atau diukur dari produk. Sifat-sifat itu dapat berupa sifat fisik obyektif (susunan kimia, kadar air, berat, dan ukuran) ataupun sifat organoleptik subyektif seperti bau, rasa, dan tekstur. Faktor mutu pada komoditas adalah hal-hal yang tidak dapat diukur atau diamati secara langsung dari suatu komoditas, namun jelas-jelas mempunyai pengaruh langsung terhadap mutu (misalnya asal daerah, genetik, umur panen).
PEMANENAN
Kerusakan mekanis selama operasi pemanenan dan penanganan berikutnya dapat mengakibatkan kerusakan pada hasil panen dan memungkinkan invasi mikroorganisme penyebab kerusakan. Terbawanya debu dari kebun dapat memperbesar kerusakan ini. Hasil panen dapat mengalami pemanasan yang terlalu besar dan rusak dengan cepat selama penyimpanan sementara di kebun. Kekeliruan dalam sortasi dan memisahkan bahan yang belum masak, lewat matang, ukuran di bawah normal, terluka dan lain-lainnya dapat menimbulkan permasalahan dalam pemasaran berikutnya.
INDIKATOR PANEN
Saat panen yang tepat merupakan suatu upaya awal untuk memperoleh produk yang berkualitas. Kualitas dapat dikatakan sebagai kombinasi dari sifat-sifat dan karakteristik dari komoditas yang menyebabkan suatu komoditas memiliki harga bagi daya guna akhir yang dikehendaki. Karena itu, kualitas suatu komoditas haruslah dibedakan dan digolongkan seperti misalnya kualitas pemasaran (kualitas bagi konsumen), penyimpanan, pengangkutan, dan kualitas pengolahan.
Pemanenan buah pada tingkat kemasakan yang tepat merupakan salah satu aspek penting dalam rangka memperoleh produk yang berkualitas tinggi. Sebaliknya penundaan waktu panen akan meningkatkan kepkaan buah terhadap pembusukan, akibatnya kualitas dan nilai jualnya rendah. Seperti pada buah apel yang dipanen muda akan mempunyai mutu makan (eating quality) yang rendah dan rasa pahit (bitter pit), demikian pula halnya pada buah salak akan terasa sepat, kecuali salak gulapasir.Anggur hendaknya dipetik pada tingkat kematangan yang optimal, karena anggur tidak mengalami proses pematangan lebih lanjut seperti pada buah apel. Buah-buahan yang tidak mengalami pematangan lebih lanjut setelah dipanen dikelompokkan buah yang non-klimakterik.
Meskipun tingkat kemtangan untuk pemanenan adalah merupakan kriteria yang sangat penting, tetapi cara penentuannya bukan hal yang mudah, karena (a) tingkat kematangan yang optimal dipengaruhi oleh tujuan pemakainya, (b) belum adanya metode yang tepat untuk menentukan tingkat kematangan yang dikehendaki. Sampai saat ini, petani-petani masih menentukan saat panennya berdasarkan pengalaman, meskipun dalam hal ini faktor harga juga menentukan, (c) sulitnya terminologi tentang tingkat-tingkat kematangan. Tingkat kematangan yang optimal untuk buah-buahan bersifat sangat relatif.
Pada umumnya, kriteria panen yang dipergunakan adalah umur buah, penampakan secara visual, ukuran fisik dan sifat organoleptipnya. Lebih lanjut Muchtadi (1991) melaporkan bahwa, kematangan buah-buahan dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut: (1) secara visual (warna kulit, ukuran, dan tingkat perkembangan/pembesaran), (2) secara fisik (kemudahan memetik, kekerasan dan berat jenis, (3) analisis kimia (kadar padatan terlarut/gula, kadar asam, dan kadar pati, (4) metode fisiologis, penentuan respirasi (perbandingan antara gas karbon dioksida yang dikeluarkan dengan oksigen yang digunakan).
Sampai saat ini, belum ditemukan satupun metode yang benar-benar akurat dalam menentukan saat panen buah-buahan. Umumnya para petani sangat tergantung pada metode visual, tetapi pada perkebunan besar metode tersebut menjadi tidak praktis. Panen buah salak yang umumnya dilakukan oleh petani (di Bali) dengan ketentuan: kulit buah menunjukkan warna coklat gading atau coklat tua kemerahan, duri pada buahnya jarang, posisi buah pada tandan terlihat renggang, sehingga bila digoyang ada buah yang terlepas dari tandannya. Menurut Sudibyo (1974) dan Sunarto (1976), umur buah yang baik untuk dipasarkan adalah antara 6 - 7 bulan sejak keluarnya bunga, salak pondoh mencapai ukuran maksimal pada umur 5 bulan (Sosrodihardjo, 1986) salak gulapasir 5 - 5,5 bulan (Wijana, dkk. 1990), dan salak Bali umumnya dipetik oleh petani pada umur 5 - 6 bulan sejak seludang mekar (Suter, 1988).
Tanda-tanda buah rambutan yang mempunyai derajat kematangan yang cukup dapat dilihat dari warna kulit dan rambut buahnya. Buah rambutan yang sudah berwarna merah kekuning-kuningan sampai merah untuk varietas berkulit dan berambut merah. Sedangkan buah rambutan varietas rapiah berwarna hijau kekuning-kuningan sampai kuning kemerahan. Selain warna buah, saat panen dapat dihitung dari umur buah, yaitu 90 - 120 hari setelah masa pembungaan atau saat bunga bermekaran..
Mangga dinyatakan tua apabila telah mencapai tingkat perkembangan maksimal yang menjamin tercapainya proses pematangan secara sempurna. Pemanenan biasanya dilakukan dengan dasar umur buah sejak bunga mekar. Untuk mangga arumanis 90 - 107 hari setelah bunga mekar, mangga golek 78 - 85 hari setelah bunga mekar dan mangga manalagi 78 - 85 hari setelah bunga mekar (Satuhu, 1997). Tanda-tanda buah mangga yang telah tua adalah bagian pangkal buah penuh membulat, ujung sudah tidak terlalu runcing, permukaan buah dilapisi lapisan lilin, dan getah terlihat jernih.
CARA PANEN
Cara panen yang dimaksudkan adalah bagaimana teknik melepaskan buah/tandan buah dari pohonnya, tanpa menimbulkan kerusakan buah maupun pohonnya. Pemanenan buah salak yang dilakukan petani Bali adalah dengan menggunakan sabit dengan cara memotong tandan buahnya. Menurut Santoso (1990) cara pemetikan buah salak pondoh tidak dipilih satu persatu, tetapi dipotong bersama tandannya.
Cara pemanenan buah rambutan yang baik adalah dengan memotong tangkai tandan buah dengan menggunakan gunting pangkas atau sabit kecil yang dikaitkan pada ujung galah.
Pemanenan buah mangga yang benar adalah dengan menggunakan gunting dahan. Tangkai buah sekitar 10 cm dari pangkal buah dipotong dan buah mangga tidak boleh dijatuhkan ke tanah.
PENANGANAN PASCAPANEN
Penanganan pascapanen buah-buahan dilakukan untuk tujuan penyimpanan, transportasi, dan pemasaran, sehingga pada akhirnya produk tersebut sampai ke tingkat konsumen dengan mutu yang baik. Langkah utama yang semestinya dilakukan adalah pemilihan (sorting), pemisahan berdasarkan ukuran (sizing), pemilihan berdasarkan mutu (grading), dan pengepakan. Tergantung dari jenis produk, beberapa aktivitas tambahan diperlukan seperti misalnya “curing”, “degreening”, pembersihan, pengikatan, pelilinan, “pre-cooling”, dan penggunaan bahan kimia.
SORTASI (Sorting)
Sortasi dapat dilakukan terhadap penampakan buah (warna, ukuran, dan cacat). Sortasi yang sering dilakukan oleh petani hanya terbatas pada bahan yang penampakannya memang sudah rusak. Bahan-bahan yang rusak dipisahkan dengan menggunakan tangan untuk selanjutnya tidak dilakukan tindakan pengelompokan berdasarkan mutu. Pengelompokan bahan dapat dilakukan berdasarkan ukuran, berat, ataupun warna buah. Petani sepertinya tidak termotivasi untuk melakukan pemutuan karena beberapa halantara lain seperti: pedagang buah tidak menghargai tindakan pemutuan yang dilakukan oleh petani sehingga petani menganggap pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang tidak bermanfaat, disamping petani sudah terbiasa dengan penjualan buah secara borongan
PEMBERSIHAN (Cleaning)
Karena konsumen menginginkan produk yang bersih maka buah-buahan perlu dicuci setelah dipanen. Pda buah-buahan lokal proses ini terlihat agak jarang, malahan tidak dilaksanakan oleh petani karena berbagai alasan. Adapun tujuan pencucian ini adalah untuk menghilangkan kotoran dan juga residu pestisida yang mungkin telah digunakan. Tetapi perlu diperhatikan jenis komoditasnya dan juga air yang digunakan. Terkadang air pencuci bisa juga sebagai sumber kontaminan. Setelah pencucian perlu dilakukan pengeringan dengan cara mengalirkan udara panas untuk menghindari ekses air itu sendiri.
PRE-COOLING
Suhu tinggi bersifat merusak mutu simpan buah-buahan. Akan tetapi kenaikan suhu produk tidak dapat dihindarkan terutama apabila panen dilakukan selama hari panas. Pre-cooling dimaksudkan untuk menghilangkan panas lapang tersebut. Tujuan utamanya adalah untuk menghambat respirasi dan mengurangi jumlah air yang hilang. Ada tga macam metode yang biasa digunakan untuk pre-cooling yaitu : “air cooling”, “hydro cooling” dan “vaccum cooling”. Pre-cooling ini penting peranannya dalam menjaga kualitas produk khususnya produk daerah tropis.
DEGREENING
Warna merupakan atribut yang perubahannya paling nampak dan sering kali digunakan sebagai indikator dominan pemilihan produk oleh konsumen. Degreening atau penghilangan warna hijau sering dilakukan pada buah-buahan (pisang, mangga, jeruk) yang segera akan dipasarkan, agar diperoleh kesan semua buah tersebut telah masak dan seragam.
Biasanya proses ini dilakukan dengan menggunakan gas etilen atau bahan lain (karbit, asetilen) yang dapat mengaktifkan metabolisme. Pemberian gas etilen pada buah yang belum tua atau buah non klimakterik dapat merugikan konsumen karena memberi kesan masak sempurna.
Degreening tidak mempengaruhi komposisi kimia buah. Jenis perlakuan dan lama degreening dipengaruhi oleh kultivar dan kondisi warna buah saat panen. Contohnya untuk lemons, degreening dilakukan dengan perlakuan suhu 16oC dengan atau tanpa ethylene. Rekomendasi untuk jeruk California dilakukan dengan suhu 20 – 25oC, RH 90% dan pemberian ethylene 5 – 10 ppm (Kader, 1985).
PELILINAN (WAXING)
Kehilangan air (water loss) pada buah melalui permukaan kulitnya merupakan masalah selama penyimpanan dan pemasaran, karena kulit buah menjadi keriput sehingga kehilangan daya tarik konsumen. Kondisi tersebut dapat dicegah dengan melapisi permukaan kulit buah dengan lilin (wax) sehingga buah dapat bertahan segar lebih lama. Tujuan utama pelilinan (waxing) adalah mencegah kehilangan air, sehingga buah menjadi lebih segar dan lebih menarik
Buah-buahan secara alami memiliki lapisan lilin dengan ketebalan yang berbeda-beda dan lapisan lilin alami tersebut dapat hilang karena pencucian. Maka dari itu pelapisan lilin sangat penting dilakukan terhadap buah-buahan pasca panen. Menurut Sudjatha dan Wisaniyasa (2001), tujuan pelapisan lilin pada buah-buahan antara lain: memberikan perlindungan terhadap mikroba pembusuk, menutup kerusakan-kerusakan kecil dan goresan-goresan, memberikan kenampakan lebih baik, mengurangi laju kehilangan air dan memperpanjang umur simpan. Tetapi pelilinan mempunyai suatu kelemahan yaitu dapat menimbulkan off flavor dan akumulasi CO2 pada buah-buahan. Lapisan lilin yang terlalu tebal dapat menghambat laju respirasi aerobik tetapi memacu respirasi anaerobik sehingga terbentuk asetaldehid dan ethanol dalam buah (Hagenmaler dan Shaw, 1992 dalam Wrasiati,1997). Tidak semua buah cocok diberi lapisan lilin dan tebal lapisan lilin antara buah yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda.
Umar (1990) melaporkan, pelapisan lilin dengan menggunakan lilin lebah (cera vlava) pada konsentrasi 12 persen terhadap buah Jeruk Keprok Siem dapat memperpanjang umur simpan buah dari 7 hari menjadi 32 hari. Dalam penelitian Wrasiati (1997) menunjukkan, pelapisan pada permukaan kulit buah salak Bali dapat memperpanjang umur simpan buah dari 7 hari menjadi 11-13 hari dan dapat mempertahankan kualitas buah salak Bali segar karena mampu menghambat susut bobot, kehilangan air, laju respirasi dan pembentukan gula reduksi dan pH selama penyimpanan.
PENYIMPANAN
Penyimpanan mengandung pengertian penempatan produk dalam suatu tempat yang aman dalam waktu tertentu sehingga tidak cepat mengalami kerusakan. Efek penyimpanan diperoleh melalui pengontrolan terhadap faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan. Kontrol tersebut dibantu oleh efek perlakuan yang diberikan pada produk sebelum dilakukan penyimpanan.
Faktor utama yang perlu dikontrol dalam penyimpanan adalah kondisi produk, suhu, RH, komposisi dan sirkulasi udara, cahaya, hama dan penyakit. Suhu, RH, dan komposisi udara merupakan kondisi lingkungan yang dapat dimanipulasi untuk menurunkan respirasi dan meminimkan kerusakan oleh mikroba.
Kontrol suhu dalam penyimpanan memegang peranan penting sebab kontrol suhu dapat dijadikan sebagai dasar pengklasifikasian penyimpanan, sehingga penyimpanan dapat dikelompokkan menjadi penyimpanan suhu kamar, suhu rendah, dan penyimpanan beku.
Komposisi udara ruang penyimpan mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat produk segar yang disimpan. Dengan mengatur komposisi udara disekitar produk tersebut dapat menghasilkan beberapa keuntungan terhadap produk tersebut. Melalui penyimpanan dengan cara mengatur komposisi udara dapat dikelompokkan menjadi penyimpanan udara termodifikasi (modified atmosphere storage) dan udara terkontrol (controlled atmosphere storage).
DAFTAR PUSTAKA
Astawa, I N G. 1995. Pengaruh penundaan pelepasan buah dari tandan dan tekanan awal rendah dan waktu simpan terehadap perubahan fisika-kimia buah salak (Salacca edulis Reinw.). Tesis. Tidak dipublikasikan. Program Pascasarjana Univ. Brawijaya, Malang.
Kalie, MB. 1992. Mengatasi buah rontok, busuk, dan berulat. PT. Penebar swadaya. Jakarta.
Manuwoto, S. 1996. Praktek pertanian yang baik (good agricultural practices, GAP). Pusat studi pangan dan gizi (CFNS), IPB-Bogor.
Muchtadi, TR. 1991. Pengawasan mutu hortikultura. PAU pangan dan gizi, IPB-Bogor.
Santika, IBK. 1993. Upaya perbaikan kualitas salak Bali (Salacca edulis Reinw.) dengan penentuan waktu penjarangan dan jumlah buah per tandan. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Jur. Budidaya Pertanian FP UNUD, Denpasar.
Santosa, HB. 1990. Salak pondoh. Percetakan Kanisius, Yogyakarta.
Satuhu, S. 1997. Penanganan mangga segar untuk ekspor. PT Penebar swadaya. Jakarta.
Sjaifullah. 1997. Petunjuk memilih buah segar. PT Penebar swadaya, Jakarta.
Soekarto, ST. 1990. Dasar-dasar pengawasan dan standarisasi mutu pangan, IPB-Press, Bogor.
Sosrodihardjo, S. 1986. Perkembangan fisik dan kimia salak pondoh. Buletin penelitian hortikultura Vol. XIII, No. 2. Hal. 54 - 63.
Sudibyo,M. 1974. Sedikit tentang buah salak (Salacca edulis Reinw.) dan masalah-masalahnya. Lembaga penelitian hortikultura pasar minggu, Jakarta.
Sudjatha,W., Wisaniyasa,N.W.2001. Fisiologi Dan Teknologi Pasca Panen. Program Studi Teknologi Pertanian . Universitas Udayan , Bali.
Sunarto. 1976. Perhitungan biaya produksi dan pemasaran salak condet. Hortikultura l : 5-7.
Suter, IK. 1988. Telaah sifat buah salak di Bali sebagai dasar pembinaan mutu hasil Disertasi. Tidak dipublikasikan. Fak. Pascasarjana IPB, Bogor.
Umar,S . 1990. Pengaruh Pelapisan Lilin Dan Fungisida Terhadap Umur Simpan Buah Jeruk ( Citrus reticulate Blanko ) . Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Wijana,G. Suter,I.K. Cok.GA Semarajaya. 1996. Upaya Pelestarian Pengambangan Dan Peningkatan Produksi Salak Kultivar Gula Pasir . Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian . Universitas Udayana, Bali
Wijana, G, IK Suter, Cok. GA Semarajaya, IN Rai dan M Mega. 1997. Upaya pelestarian, pengembangan, dan peningkatan produksi salak kultivar gulapasir. FP UNUD, Denpasar.
Wills, R.B.H.., T. Lee., D.Graham.,W.B.Mc.Glasson and Hall,E.G.1982. Postharvest:An Introduction to the Phisiology and Handling of Fruit and Vegetables . The AVI Publishing Co. Inc., Westport,Conecticut.
Wirakartakusumah, MA. 1996. Kondisi dan aspek legal sistem mutu dan keamanan pangan. Pusat studi pangan dan gizi (CFNS) IPB, Bogor.
Wrasiati,L.P. 1997. Pelapisan Lilin sebagai Upaya Untuk Mempertahankan Kualitas Buah Salak Bali Segar . Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada ,Yogyakarta.

MECARU